Summary

Bagaimana caranya aku merangkum semua peristiwa yg kualami beberapa bulan belakangan ini..?

ah, tampaknya sulit sekali menuliskan semuanya disini tapi aku akan tetap mencobanya.

Rabu, 28082013

Aku menjalani gladibersih untuk acara wisuda. Tidak menyenangkan karena tidak semua temanku lulus dan wisuda berbarengan denganku. Lebih tidak menyenangkan lagi karena diriku terus menerus memikirkan dirinya. 

Sebulan berlalu sejak malam itu. Bisa dikatakan bahwa keberadaan dirinya semakin dekat denganku. Setidaknya begitulah pikirku (atau mungkin aku salah). 

Pada waktu perjalanan ke Pontianak dia banyak berkomunikasi denganku. Entahlah, apa itu karena itu karena keinginannya sendiri, atau karena tidak punya teman ngobrol lainnya, atau karena dirinya bergerak berdasarkan komando seseorang (kemungkinan besar ibunya).

Seminggu di Pontianak bersamanya terasa menyenangkan. Hanya saja kesalahan terbesar adalah saat dia memotretku ketika tertidur di bandara. Ah, rasanya sungguh menyebalkan. Apa-apaan manusia itu, begitu pikirku? Kenapa dia membuatku malu? bukankah seharusnya dia menyukaiku? Ah, tampaknya aku salah paham lagi... tampaknya aku membiarkan imajinasiku melayang lagi, kali ini tampaknya terlalu jauh dan membuatku sadar dengan cara yang menyakitkan. Aku menangis di bandara waktu itu, menyebalkan. Dan kupikir dia melihatku, menghapus airmata yang menyebalkan itu. 

Tapi waktu itu, aku benar2 kecewa kepadanya. Aku tahu dia bercanda, tapi bercanda di saat aku merasa lelah, sangat2 lelah, menurutku itu tdk lucu. Hal ini yg menyebabkan aku ingin menghapus blog ini untuk selamanya, namun...

Jumat, 30082013

Besok, aku akan wisuda. Setelah mengikuti gladibersih pd hari Rabu, besok hari Sabtu aku akan wisuda. Ayahku sedang tidak enak badan, aku mulai berpikir apa bagusnya wisuda kali ini, orangtuaku tidak akan lengkap dan kami tidak akan berfoto bersama. Tapi lagi-lagi aku mendapatkan kejutan. 

Jumat pagi, kira2 pukul 10.00 wib. Aku membaca hal yg mengejutkan di grup whatsapp. Dia, dia menuliskan ajakan kepada semua org yg ada di grup tersebut, yg mau datang ke kampusku. Salah satunya untuk melihatku wisuda. Waktu itu, aku hampir tidak percaya. Aku pasti bermimpi. Seperti biasa pasti ini imajinasiku yg berlebihan lagi. Akan tetapi tidak, ini kenyataan. 

Saat itu, aku hampir tidak bisa berhenti tersenyum. Seandainya ini menjadi sebuah kebohongan pun aku pikir aku rela. Seandainya besok dirinya tidak datang pun aku sudah bahagia. Sayangnya tidak ada satupun orang yg merespon, jadi aku berusaha membalasnya, tanpa mau terlihat begitu mengharapkan kedatangannya. 

Akhirnya kami bercakap2 hanya berdua di grup. Ah, biarlah, pikirku. Semoga tidak ada yg menyadari semua ini, harapku.

Percakapan yang sederhana, tapi entah kenapa aku merasa itu hal yang manis. Entahlah, mungkin kadar kegilaan dalam diriku sudah mencapai level akut.

Sabtu, 31082013

Hari ini, hari terakhir aku menjadi seorang mahasiswa. Besok2 aku sudah disebut alumni. Ayahku sakit, ah, aku tau ini akan terjadi. Jadi aku berangkat hanya dengan  ibu dan kakak iparku. Sambil berharap dalam hatiku, apa dirinya akan datang? Jam 08.00 wib di Margonda. Ah, macet sekali jalanan ini. Bisa terlambat, pikirku sambil membuka salah satu sosial media dan melihat sebuah gambar yg di-post olehnya. Hah? apa? Dia sudah sampai? bahkan aku yg akan wisuda belum tiba tp dia sudah ada disana? apa2an ini? lagi2 perasaan tidak mau kalah muncul dalam hatiku. Hah, kekanak-kanakan sekali diriku kadangkala. Apa salahnya dia sudah tiba? bukankah seharusnya aku merasa tersanjung krn dia sudah tiba lebih dulu.

Wisuda berjalan hambar. Tentu saja, sebanyak 3000 orang yg diwisuda, tapi yg naik ke panggung hanya mereka yg cumlaude. haha. Cepatlah berakhir, pintaku. Aku ingin menemuinya. Sinyal handphone tidak berfungsi. Siyal, padahal aku ingin segera menuliskan pesan padanya. Lagi2 aku bertindak kekanak-kanakan. 

Selesai sudah wisuda tak bermakna ini. Sekarang waktunya memberi makna pada acara bodoh ini, yaitu dengan menerima bunga darinya. Semoga dia membawanya, begitu harapku.
Aku berkeliling mencari Ibu dan kakak iparku, mereka tidak ada di bangku tempat mereka duduk. Ah, kemana mereka pikirku, sambil duduk termenung,  sambil memperhatikan para wisudawan berfoto dengan keluarga mereka. 
Akhirnya aku bertemu dengan Ibu dan kakak iparku di pintu keluar, akhirnya. Mereka menyalamiku dan (ah, mereka tidak membawa bunga) sedih sekali. Kami berjalan, mari pulang, setidaknya aku harus mengantarkan mereka sampai mendapat taksi. Dan, apa aku tidak salah lihat, apa itu dia? berjalan ke arahku tanpa melihatku? tampak mencari-cari seseorang, apa dia mencari temannya? ah, tanpa pikir panjang aku memukulnya, "woi,akhirnya datang juga, teriakku." "nah, katanya. Ketemu juga." "ini, sambil menyerahkan bunga untukku." Rasanya waktu itu mukaku merah. haha atau mungkin tidak. mana kutahu. Yang aku tahu, rasanya aku tidak bisa berhenti tersenyum. siyal. 

Lalu kami berfoto beberapa kali dan untuk lebih singkatnya, aku pergi ganti baju dan begitu kembali ia sudah tidak ada. Baiklah, aku mengantarkan Ibu dan kakak iparku, naik mobil temanku yg lain tentu saja, sampai mendapatkan taksi. 
Ibuku bilang kalau dia akan mencariku lagi nanti. 

Dalam pikiranku kami memang akan pulang bersama lagi kali ini. Tapi bagaimana cara menyampaikan keberadaanku tanpa membuat sebuah gerakan yg mengisyaratkan bahwa akulah yg memulainya. Lagi2 harga diri ini tidak mau diajak kompromi. Akhirnya aku menge-post fotoku di salah satu sosial media, berharap dia melihatnya dan memulai pertanyaan duluan. 

Seperti yg kupikirkan, cara ini berhasil. Ah, aku memang seorang keras kepala yang sulit sekali membuang harga diri yang terlalu besar ini. Tapi apa yg bisa kulalukan, harga diri ini satu2nya benteng pertahanan yg tersisa agar aku tidak tersakiti dengan perasaan suka yg berlebihan yang aku miliki. Kalau benteng ini runtuh dan aku mendapati bahwa ini hanya sebuah cinta yg bertepuk sebelah tangan sama seperti 9 tahun lalu, aku pikir aku tidak dapat bangkit lagi. 

Sebenarnya aku ingin minta maaf kepadanya, karena aku menyebalkan. Aku ingin minta maaf untuk harga diriku yang berlebihan, untuk ketidakpedulianku kepadanya, walau sebenarnya yang aku inginkan hanya menghabiskan sisa hari itu bersama dengannya tanpa perlu ada teman2ku. Aku ingin minta maaf karena aku membuatnya terjebak dalam situasi yg tidak menyenangkan seperti mendengarkan perkataan2 temanku yg mungkin dia tdk menyukainya. 
Ah, bodoh. Bodoh sekali aku ini. Dia sedang tidak enak badan waktu itu dan itu membuatku tambah bersalah. Aku mengkhawatirkannya tapi tdk bisa menunjukkannya. 

Kami pulang bersama pada hari itu dan aku tanpa sadar memperlihatkan bahwa aku cemburu, maksudku aku (tanpa aku sadari) menunjukkan rasa penasaran yg berlebihan mengenai bbm "putus" dri temanku (yg juga temannya). Ah, sudahlah, aku malu mengingat hal bodoh itu lagi. Walau dia (tampaknya menyadari rasa penasaranku yg mengarah ke cemburu) aku tetap berdoa semoga dia melupakannya atau minimal tidak berpikiran sampai kesana. Malu sekali menunjukkan perasaan cemburu kepada seseorang yg bukan (belum) menjadi pacar kan? 

Sampai disitu, aku berpikir bahwa hutang budiku kepadanya jadi banyak sekali, dan aku berpikir untuk mengajaknya makan diluar. Sebagai pengganti traktiran yg tertunda atau apalah. Ah, aku memikirkan setiap malam kemana aku akan mengajaknya dan bagaimana caraku mengajaknya? memulai percakapan lebih dulu..? ah, apakah akhirnya aku harus meruntuhkan benteng pertahananku selama ini? Tapi semuanya  itu menjadi hal yg tidak pernah aku lalukan, karena...

Jumat, 06092013

Aku datang untuk doa malam. Sambil berharap aku dapat bertemu dengannya dan mengajaknya secara langsung. Tapi, Ibunya datang dan mengucapkan selamat kepadaku. 
Aku sudah memasang wajah yg pura2 tdk tahu. "Selamat apa ya, tante?" kataku. "ituloh, yg kemarin anak tante datang." katanya. "o, wisuda ya? iya, terimakasih, tante, jawabku." Setelah berpisah, aku memikirkannya, kenapa ibunya tahu? Apa dia datang karena ibunya memintanya? atau karena ia ingin datang karena keinginannya sendiri. Jujur saja, aku tidak begitu suka kalau dia bertidak bukan dari hatinya. 

Padahal aku sudah begitu bahagia karena dia mau datang, tapi kalau itu semua bukan dari hatinya dan karena perintah orangtuanya, semua rasanya jdi tidak berarti. Apa aku salah bertindak lagi? Apa aku salah ambil kesimpulan lagi? Aku tdk jadi mengajaknya. Aku sebal. Sebal kepada diriku sendiri. Sebal kepadanya, apa memiliki hubungan sebagai teman pun kita tidak mungkin?
Aku bingung dengan semuanya, sedangkan perasaanku hampir meledak karena aku merindukannya. Lalu semua semakin bertambah berantakan pada hari Minggu-nya.

Minggu, 08092013

Ibadah pagi, karena aku akan bertugas di klinik sesudah kebaktian pagi, dan berharap dapat melihatnya sekilas. Tapi kemudian, GS mulai membawa penjelasan yg membuatku agak, well, sangat membuat hatiku sakit. GS mengatakan bahwa perempuan yg berpendidikan tinggi spt S2 menurut penelitian sulit mendapatkan pasangan hidup.

Dalam hatiku, apa perlu membicarakan kebodohan seperti ini di depan semua jemaat yg hadir? Sewaktu aku mengambil keputusan untuk melanjutkan studiku, aku sdh tau hal ini. Tapi, aku berharap bahwa masih ada kaum Adam diluar sana yg tdk berpikiran sempit dengan tidak mau menikahi seorang wanita krn pendidikan mereka berbeda satu strata. Tapi, saat GS mengatakan hal itu, matanya memandang ke arahku, dan semua mata jemaat lainnya. Entah kenapa aku merasa bahwa S2 itu jdi sebuah dosa.

Kenapa harus melihat ke arahku seperti itu? Lalu aku sudah tidak mempedulikan sikapku lagi di depan GS, dengan santainya aku tdk mendengarkan Firman Tuhan dan hanya memandang ke handphone dan mengutak-utiknya. 

Aku sedih, karena sekarang semua orang akan berpikir bahwa aku tidak memiliki pasangan krn tdk ada yg mau denganku karena aku seorang perempuan yg memiliki gelar yg menakutkan bagi kaum Adam yg stratanya satu tingkat dibawahku. Apa aku menjadi menakutkan bagimu? Aku berharap kau mengatakan tidak padaku. 

Hari itu aku berharap kau bisa menghiburku, tapi nyatanya tidak. Seseorang yg menghiburku adalah orang yg 9 tahun lalu pernah mengisi hatiku. Aku merasa semakin bodoh. Apa aku berharap terlalu banyak padamu? Apa kau benar2 malu padaku? Aku selalu merasa sebanyak apapun gelarku, wawasanmu jauh lebih luas dariku. Tapi, sepertinya lagi2 aku salah. 

Aku tdk mau mengambil kesimpulan apapun sekarang. Hanya saja aku kecewa, tak bisakah kita dekat sebagai teman..? Tak bisakah aku berbagi kisahku denganmu dan kau berbagi kisahmu denganku? Tak bisakha kita saling memahami, walaupun akhirnya kau dan aku berjalan ke arah yg berlawanan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar